Susunan faktor-faktor yang menghambat pemberdayaan individu dan
komunitas sangat mungkin tidak ada hubungannya dengan masalah ekonomi
global atau kondisi makroekonomi , tetapi merupakan refleksi langsung
dari kondisi manusia Indonesia. Indeks korupsi yang tinggi, indeks
pembangunan manusia yang rendah, angka kematian ibu melahirkan yang
tinggi, indeks penguasaan teknologi yang rendah, kesemuanya merupakan
fakta atau bukti bahwa akar masalah kemiskinan terdapat pada kualitas
sumber daya manusia yang rendah. Karena itu lebih relevan dalam konteks
pemberantasan kemiskinan di Indonesia untuk menangani faktor-faktor
sosial yang berkontribusi pada keberlangsungannya. Itulah esensi yang
sebenarnya dari masalah kemiskinan di Indonesia.
Terdapat lima faktor utama yang memelihara kelangsungan kemiskinan sesudah hal itu eksis
Ketidaktahuan
berarti tidak memiliki informasi atau pengetahuan yang dibutuhkan.
Ketidaktahuan merupakan faktor utama kemiskinan permanen karena mencegah
seseorang dari melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Ketidaktahuan
juga berkontribusi dalam faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
penyakit dan ketidakjujuran.
Apati atau kelesuan semangat berarti
ketidakmampuan untuk menaruh perhatian, tidak bermotivasi untuk
bertindak, ketidakpedulian, atau merasa tidak berdaya untuk mencoba
memperbaiki sesuatu, termasuk tidak termotivasi untuk meningkatkan
kondisi hidupnya. Kadang-kadang orang dengan sikap mental ini mencari
pembenarannya melalui ajaran agama dengan mempersepsikan bahwa segala
sesuatu termasuk nasib seseorang telah ditentukan oleh Tuhan (takdir),
dengan demikian manusia hanya bisa bersikap pasrah. Dengan sendirinya
apati menyebabkan orang terjebak di dalam kelangsungan kemiskinannya
sendiri. Apati juga rentan menyebabkan ketergantungan dan berkontribusi
dalam faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit.
Penyakit,
termasuk gangguan psikologi dan gangguan mental merupakan faktor utama
kemiskinan oleh karena produktivitas menjadi rendah bila angka kesakitan
tinggi dan sebaliknya. Juga, upaya penyembuhan penyakit akan menyedot
banyak sumber daya ekonomi dan berkontribusi pada faktor-faktor yang
menyebabkan apati dan ketergantungan.
Bilamana sumber daya yang
dimaksudkan untuk menyediakan fasilitas dan melayani kebutuhan
masyarakat masuk ke kantong pribadi seseorang karena kekuasaan atau
posisi tertentu, maka apa yang terjadi lebih dari sekedar masalah
moralitas. Para ahli ekonomi mengistilahkan dengan “efek penggandaan”
untuk menerangkan bahwa dampak positif pada ekonomi dari suatu jumlah
tertentu investasi yang diberikan adalah jauh melebihi jumlah
investasinya yang semula. Demikian pula sebaliknya. Dampak negatif pada
ekonomi masyarakat dari suatu jumlah tertentu anggaran pembangunan yang
dikorupsi adalah jauh melebihi nilai yang dikorupsi itu. Ketidakjujuran
yang mencakup korupsi, kolusi, nepotisme, suap, money politics dan
penggelembungan anggaran, merupakan faktor utama yang memelihara
kontinuitas kemiskinan di Indonesia dan berkontribusi pada faktor-faktor
yang menyebabkan tingginya angka kesakitan masyarakat, kebodohan dan
ketergantungan.
Ketergantungan adalah suatu sikap atau kepercayaan
bahwa seseorang tidak dapat menolong dirinya sendiri dan bahwa ia harus
bergantung pada bantuan dari luar. Dalam jangka pendek, seperti sesudah
terjadinya wabah dan bencana alam, bantuan mungkin sangat dibutuhkan
untuk bertahan hidup. Tetapi dalam jangka panjang, bantuan dapat
menumbuhkan ekspektasi yang terlalu besar pada penerima sehingga
melemahkan kemandiriannya. Ketergantungan atau ketidakmampuan
menggerakkan sumber daya sendiri merupakan faktor utama kemiskinan dan
berkontribusi pada timbulnya apati.
Kelima faktor primer akar masalah
kemiskinan yang telah diidentifikasi tersebut selanjutnya berkontribusi
pada faktor-faktor sekunder seperti rendahnya daya beli, ketiadaan
pasar, keterbatasan infrastruktur, kurang kepemimpinan, tata kelola
pemerintahan yang buruk, pengangguran, kurang keahlian, kekurangan
modal, ketidakmampuan memutuskan, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar